PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PENGATURAN POLA MAKAN DENGAN
MENERAPKAN AJARAN AHARALAGAWA SEBAGAI ALTERNATIF PENGELOLAAN GAYA HIDUP SEHAT
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang telah memberi karunia yang tiada henti kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan Program Kreativitas Mahasiswa yang berjudul “Pengaturan Pola Makan Dengan Menerapkan
Ajaran Aharalagawa Sebagai Alternatif Pengelolaan Gaya Hidup Sehat”. Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami sangat sadar, meski kami sudah berusaha
semaksimal mungkin, tetapi, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada, karya ilmiah
ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik yang membangun,
tentu akan kami terima dengan kelapangan hati kami. Semoga karya tulis kami
dapat menjadi referensi, inspirasi dan bisa bermanfaat bagi semua kalangan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan
adalah permata yang sangat mahal. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan, “kesehatan
memang bukan segala-galanya, tapi segala-galanya tidak akan berarti tanpa
kesehatan”. Kesehatan adalah permata yang tak akan kita dapat dengan uang
berapa pun. Kesehatan merupakan karunia paling berharga dari Tuhan
Yang Maha Esa. Tiada nikmat kehidupan tanpa kesehatan yang ada dalam diri kita,
sehingga kita harus bersyukur atas kesehatan yang telah diberikan-Nya. Salah satu
bukti nyata bersyukur pada-Nya yakni dengan selalu memelihara dan
menjaga kesehatan kita dari segala yang mengancam dan membahayakannya.
Hippocrates, filosof Yunani yang hidup
sekitar tahun 500 SM menyerukan, “Let food be your medicine and medicine be your
food!”. Para filosof kuno di Asia Timur juga menyebutkan makanan dan obat
sesungguhnya memiliki sumber yang sama (www.parisada.org).
Atas dasar itu, sudah seharusnya manusia mengkonsumsi makanan yang menyehatkan
fisik dan psikisnya, seperti makanan yang kaya akan vitamin, mineral,
fitokimia, serta senyawa-senyawa bukan gizi (non nutritives) dan faktor-faktor
penopang kesehatan lainnya.
Di
dalam ilmu yoga, para yogi mengajarkan bahwa keadaan fisik dan mental sangat dipengaruhi
oleh makanan yang dimakan. Jika kita berbicara tentang mengkonsumsi makanan, maka
kita akan membahas tentang pola makan. Banyak masyarakat yang tidak
memperhatikan pola makannya sehingga mengakibatkan kesehatannya terganggu. Hal
ini sangat berkaitan dengan pengelolaan gaya hidup (life style management) seseorang.
Di
dalam Agama Hindu ada ajaran yang khusus mengatur pola makan seseorang. Ajaran
itu merupakan salah satu bagian dari Panca Nyama Bratha yaitu ajaran Aharalagawa.
Ajaran ini telah diyakini oleh umat Hindu sebagai pedoman pengaturan pola makan
untuk mencapai kebersihan jasmaniah dan rohaniah (Puniyatmaja,1976:70) .
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penyusun
mengangkat tema “Pengaturan Pola Makan Dengan Menerapkan Ajaran Aharalagawa
Sebagai Alternatif Pengelolaan Gaya Hidup Sehat” sebagai bahan kajian karya
ilmiah ini.
1.2 Pembatasan Masalah
Dalam karya tulis ini, kami berusaha membahas dan
mendeskripsikan pengaruh pola makan seseorang terhadap kesehatan seseorang, serta
keistimewaan ajaran Aharalagawa dalam
mengatur pola makan sebagai bagian pengelolaan gaya hidup ( Life Style Management ).
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1
Faktor-faktor
apa yang mempengaruhi pola makan seseorang?
1.3.2
Mengapa
ajaran Aharalagawa dapat dijadikan
sebagai salah satu pedoman pengaturan kualitas pola makan seseorang?
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.4.1
Untuk
mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan seseorang.
1.4.2
Untuk
mengungkap keistimewaan ajaran Aharalagawa
sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pengaturan pola makan seseorang.
1.5
Hipotesis Penelitian
1.5.1
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pola makan seseorang antara lain lingkungan, adat istiadat,
tingkat penghasilan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
1.5.2
Ajaran
Aharalagawa memiliki kelebihan
tersendiri dalam mengatur pola makan seseorang yaitu dengan mengkaji dan
menyesuaikan pola makan seseorang berdasarkan aktivitas kesehariannya.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini
adalah :
1.6.1
Dapat
menambah wawasan pembaca, khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola makan seseorang dan keistimewaan ajaran Aharalagawa sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif dalam mengatur pola makan seseorang.
1.6.2
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bandingan ataupun masukan bagi
masyarakat,dinas kesehatan dan pihak terkait untuk mensosialisasikan pola makan
yang lebih sehat.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pola Makan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pola diartikan
sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu (Depdiknas,
2001). Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu
cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Sedangkan yang
dimaksud pola makan sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha
dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan
penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan
dengan kebiasaan makan setiap harinya. Pengertian pola makan seperti dijelaskan
di atas pada dasarnya mendekati definisi diet dalam ilmu gizi. Diet diartikan
sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan agar seseorang tetap
sehat. Untuk mencapai tujuan diet atau pola makan sehat tersebut tidak terlepas
dari masukan gizi yang merupakan proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan
energi.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan
antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal
preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan.
2.2.1 Budaya
Budaya
cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak
geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk
orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari)
untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain
yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang
pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai
makanan goreng-gorengan.
2.2.2 Agama/Kepercayaan
Agama /
kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh,
agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik
melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan)
melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.
2.2.3 Status Sosial Ekonomi
Pilihan
seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status
sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang
miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran
yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang
mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan,
misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan
kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.
2.2.4 Personal Preference
Hal-hal
yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan
seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa
kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kai, begitu pula
dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu pula anak
perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan
tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka
mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering
dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh
perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.
2.2.5 Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang.
Rasa
lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena berhubungan
dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang
menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang
merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat
pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang
dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.
2.2.6 Kesehatan
Kesehatan
seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang
sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang
orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan. http://puskesmas-oke.blogspot.com/2009/01/pola-makan-1.html
2.3 Pengertian Aharalagawa
Aharalagawa berasal dari kata Ahara yang artinya makan, dan Lagawa yang artinya ringan. Jadi, Aharalaghawa artinya makan sepatutnya,
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Aharalaghawa berarti juga mengatur cara dan
jenis makanan yang dikonsumsi.
Clokantara menguraikan arti aharalagawa
itu sebagai berikut
Aharalaghawa
ngarannya adangan ring pinangan,
tan
pinangan asing dinalih camah ring loka.
kunang
yan amangan asing dinalih camah de sang
cuddha
brata, tan brahmana caiwa sogata ngarannya,
janma
tucca ngarannya, yeka pataka, tan wurung
tumampuh
ring kawah temahanya.
Artinya:
Aharalagawa namanya, serba ringan dengan apa yang
dimakan, segala yang disebut makruh (Camah) didunia tidaklah dimakan. Maka bila
makan segala yang disebut makruh oleh orang yang suci, yang melakukan brata
(Sang Cuddhabrata), tidak Brahmana Ciwa Buddha
namanya, manusia hina namanya, berdosalah ia pasti jatuh didalam neraka
akhirnya (Clokantara hal. 41) .
Demikianlah uraian Clokantara tentang Aharalagawa.
Pancaciksa juga menguraikan bahwa yang disebut Aharalagawa, ialah tidak rakus atau
tidak makan banyak-banyak (Wubhuksah), dan membatasi makan segala daging (Bhogasarwamangsa) dan selalu berasa puas
(Santosa) dengan enak dan tidak
enaknya makanan yang dimakan.
Badan atau
tubuh ini tidak akan ada jika tanpa makan atau minum. Karena tanpa itu manusia
tidak akan bisa hidup bersama tubuhnya. Walaupun demikian, tidaklah berarti
bahwa hidup ini untuk makan semata, tapi sebaliknya makan itu untuk menunjang
kehidupan.
2.4 Pengelompokan Makanan Menurut Ajaran
Aharalaghawa
Ada tiga kelompok jenis makanan yang sering
dikonsumsi oleh banyak orang. Ketiga kelompok makanan tersebut yakni makanan Satwika, makanan Rajasika,
dan makanan Tamasika.
2.4.1 Makanan Satwika
Makanan Satwika
adalah makanan yang menyebabkan munculnya kesadaran terhadap diri sendiri, rasa
kasih sayang, kedamaian dan kebahagiaan. Makanan Satwika inilah yang menjadi dasar diet para yogi, dan pilihan
terhadap makanan ini akan sangat menunjang kesehatan baik secara fisik maupun
mental.Kelompok makanan ini meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,
kacang-kacangan, padi-padian, susu dan hasil olahan susu, dan bumbu sekedarnya.
Diet Satwika juga disebut "lacto
vegetarian" karena mencakup susu dan olahan susu yang memberikan cukup
kadar protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
Makanan Satwika
tidak hanya berarti makanan yang dikonsumsi lewat mulut saja, tetapi juga udara
bersih yang dihirup lewat hidung, pemandangan indah yang ditatap lewat mata,
suara suci yang didengar lewat telinga, dan objek suci yang disentuh lewat
kulit dan tangan. Semua objek Indera tersebut, tempat, dan waktu sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan mental, ketenangan hati, dan kesederhanaan
pikiran dan prilaku kita. Karena itu, semua alat-alat Indera tempat masuknya
rangsangan mesti dikendalikan. Tanpa pengendalian, manusia akan jatuh ke taraf
binatang. Semua itu harus dibiasakan, bukan sekedar bisa, karena semua orang
memang bisa mengendalikan nafsunya, namun tidak jarang hanya sesaat.
Menurut
konsepsi “pasuk-wetu” di Bali, apa
yang akan keluar (tingkah laku) tergantung pada apa yang masuk (konsumsi).
Karena itu, agar kita sehat fisik dan spiritual, maka semestinya menjalani pola
hidup dan pola makan yang sehat, yang secara umum akan membangkitkan
sifat-sifat satwika di dalam diri kita. Makanan yang akan membangkitkan
karakter satwika adalah makanan yang juga memiliki sifat satwika, seperti
makanan segar, bebas kolesterol, bebas pestisida, bebas bahan-bahan aditif yang
berbahaya dan beracun, tidak menyebabkan ketagihan, bebas dan perilaku
penyiksaan, dan diolah dalam suasana yang menyehatkan, baik sifik maupun
spiritual.(WHD No. 500, Agustus 2008.)
2.4.2 Makanan Rajasika
Makanan
Rajasika adalah makanan yang
memberikan rangsangan kepada tubuh dan jiwa dan hendaknya tidak dimakan
berlebihan untuk menjaga keseimbangan mental. Kelebihan makanan ini akan
mengganggu pikiran menjadi tidak tenang, panik, dantidak bisa relaks. Kelompok
makanan Rajasika ialah : kopi, teh,
softdrink, bumbu-bumbu pedas, makanan yang diragi dan obat-obatan.
2.4.3 Makanan Tamasika
Makanan
Tamasika adalah makanan yang mengakibatkan
rasa malas, mengantuk, gelisah dan tidak berinisiatif. Yang termasuk dalam
kategori ini adalah daging, ikan, telor, jamur, alkohol, rokok, makanan basi.
Dalam situasi tertentu makanan ini bisa lebih banyak dikonsumsi tergantung dari
keadaan iklim dan kegiatan jasmani. Misalnya saat berada di tempat yang iklim
sangat dingin, dimana daging dan sedikit minuman keras diperlukan untuk
meningkatkan suhu badan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Data memegang
peranan yang amat penting dalam kesuksesan dari penelitian ini. Untuk itu
digunakan beberapa metode pengumpulan data dengan maksud agar data yang
dikumpulkan memiliki kebenaran serta dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik pengumpulan data yang penyusun pergunakan
adalah Kajian
Pustaka yaitu studi kepustakaan untuk mengumpulkan data dari buku dan
sumber-sumber lain.
Kajian pustaka merupakan salah satu upaya untuk menlusuri hasil kajian yang
ada sebelumnya,yang masih terkait dengan topik pembahasan yang akan dilaksanakan.Kajian pustaka dilakukan juga untuk menghindarkan
sejauh mungkin terjadinya duplikasi.Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah
melalui penelusuran hasil kajian yang ada sebelumnya,diharapkan hasil kajian
sebelunnya dapat memberikan kotribusi pada pengkajian yang akan dilaksanakan,sehinga hasil pengkajian berikutnya dapat lebih dipertajam terkait
dengan konsep keilmuan yang menjadi pokok pembahasan.
3. 2 Metode
Analisis Data
Teknik analisa data
yang dipergunakan dalam penulisan karya
ilmiah ini adalah bersifat
kualitatif, yaitu menguraikan data dengan kalimat logis dalam berbagai aspek
dan melihat saling keterkaitannya. Data-data yang terkumpul dipaparkan
dan kemudian diuraikan keterkaitan antara satu dengan yang lain sehingga diperoleh simpulan yang
logis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor yang Mempengaruhi
Pola Makan Seseorang
Adapun faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi pola makan seseorang, yaitu
sebagai berikut :
4.1.1
Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan goreng-gorengan.
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan goreng-gorengan.
4.1.2
Agama dan Kepercayaan
Agama dan kepercayaan
juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam
dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang
makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang
pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.
4.1.3
Status Sosial Ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.
Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.
Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
4.1.4
Personal Preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap
kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak
dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kai,
begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu
pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan
tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka
mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering
dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh
perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.
4.1.5
Rasa lapar,
Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena
berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan
sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan
rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk
makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa
kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.
4.1.6
Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan.
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan.
4.2 Aharalagawa Sebagai Alternatif Pengatur Pola Makan yang Baik
Aharalagawa merupakan salah
satu bagian dari Panca Nyama Bratha. Aharalagawa artinya makan sesuai dengan
kebutuhan tubuh serta mengatur cara dan
jenis makanan yang dikonsumsi. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh seseorang
berbeda-beda berdasarkan atas lingkungan serta aktivitas kesehariaannya.
Dalam hal makan,
hendaknya orang tidak saja memperhatikan selera kenikmatan lidah semata, yang
terpenting adalah kandungan gizi makanan tersebut. Dalam hal ini seseorang harus
dapat mengendalikan Jihwendriyanya,
yaitu indrya pada lidah. Jadi pada prinsipnya Aharalaghawa mengajarkan agar makan yang menyehatkan dan
mengembangkan pola hidup sederhana untuk mencapai ketenangan dan kesucian hidup
lahir batin.
Dalam ajaran Aharalagawa, pola makan seseorang
tidak mentok harus makanan satwika,
namun jenis makanan seseorang ditentukan atas dasar kegiatan kesehariannya.
Orang yang tinggal dilingkungan yang beriklim dingin tentu membutuhkan jenis
makanan yang berbeda dibandingkan dengan yang tinggal di iklim panas, begitu
juga jenis makanan yang diperlukan oleh seseorang yang berprofesi sebagai
pendeta (pandita/pinandita) tentu
berbeda dengan makanan yang diperlukan oleh seorang buruh bangunan. Dan jika
orang-orang tersebut dipaksakan untuk menkonsumsi makanan yang sama, kemungkinan
orang yang tinggal dilingkungan dingin malah akan terkena penyakit.
Keistimewaan ajaran Aharalaghawa adalah mampu mengelompokkkan jenis makanan seseorang
berdasarkan kegiatan kesehariaanya. Ketiga jenis makanan seperti terungkap pada
landasan teori akan di bahas disini
lebih lanjut dengan mengaitkannya dengan kegiatan keseharian seseorang.
Dengan
demikian, ajaran Aharalagawa mengelompokkan
pola makan menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut:
2.4.1 Makanan Satwika
Makanan Satwika
adalah makanan yang menyebabkan munculnya kesadaran terhadap diri sendiri, rasa
kasih sayang, kedamaian dan kebahagiaan. Makanan Satwika inilah yang menjadi dasar diet para yogi, dan pilihan
terhadap makanan ini akan sangat menunjang kesehatan baik secara fisik maupun
mental.Kelompok makanan ini meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,
kacang-kacangan, padi-padian, susu dan hasil olahan susu, dan bumbu sekedarnya.
Diet Satwika juga disebut "lacto
vegetarian" karena mencakup susu dan olahan susu yang memberikan cukup
kadar protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
Makanan Satwika
tidak hanya berarti makanan yang dikonsumsi lewat mulut saja, tetapi juga udara
bersih yang dihirup lewat hidung, pemandangan indah yang ditatap lewat mata,
suara suci yang didengar lewat telinga, dan objek suci yang disentuh lewat
kulit dan tangan. Semua objek Indera tersebut, tempat, dan waktu sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan mental, ketenangan hati, dan kesederhanaan
pikiran dan prilaku kita. Karena itu, semua alat-alat Indera tempat masuknya
rangsangan mesti dikendalikan. Tanpa pengendalian, manusia akan jatuh ke taraf
binatang. Semua itu harus dibiasakan, bukan sekedar bisa, karena semua orang
memang bisa mengendalikan nafsunya, namun tidak jarang hanya sesaat.
Menurut
konsepsi “pasuk-wetu” di Bali (WHD No. 500, Agustus 2008.), apa yang
akan keluar (tingkah laku) tergantung pada apa yang masuk (konsumsi). Karena
itu, agar kita sehat fisik dan spiritual, maka semestinya menjalani pola hidup
dan pola makan yang sehat, yang secara umum akan membangkitkan sifat-sifat Satwika di dalam diri kita. Makanan yang
akan membangkitkan karakter satwika adalah makanan yang juga memiliki sifat
satwam (sifat baik), seperti makanan segar, bebas kolesterol, bebas pestisida,
bebas bahan-bahan aditif yang berbahaya dan beracun, tidak menyebabkan
ketagihan, bebas dan perilaku penyiksaan, dan diolah dalam suasana yang
menyehatkan, baik fisik maupun spiritual.
2.4.2 Makanan Rajasika
Makanan
Rajasika adalah makanan yang memberikan
rangsangan kepada tubuh dan jiwa dan hendaknya tidak dimakan berlebihan untuk
menjaga keseimbangan mental. Kelebihan makanan ini akan mengganggu pikiran
menjadi tidak tenang, panik, dan tidak bisa relaks, contohnya mengkonsumsi kopi
secara berlebihan dapat menyebabkan halusinasi. Kemudian efek samping jika
mengkonsumsi teh secara berlebihan menurut studi kesehatan di Boston menenmukan
bahwa orang yang minum teh secara berlebihan memiliki kira setengah resiko
serangan jantung dibandingkan dengan orang yang tidak minum teh. Kelompok
makanan Rajasika ialah kopi, teh, softdrink, bumbu-bumbu pedas, makanan
yang diragi dan obat-obatan. Makanan Rajasika
cocok dikonsumsi oleh pekerja keras seperti buruh bangunan, makanan ini cocok
dikonsumsi dengan dipadukan dengan makanan jenis Satwika, karena dapat meningkatkan konsentrasi seseorang. Tetapi
dikonsumsi dengan menyesuaikan kebutuhan tubuh serta tidak berlebihan agar
tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh.
2.4.3 Makanan Tamasika
Makanan
Tamasika adalah makanan yang mengakibatkan
rasa malas, mengantuk, gelisah dan tidak berinisiatif. Yang termasuk dalam
kategori ini adalah daging, ikan, telor, jamur, alkohol, rokok, makanan basi.
Dalam situasi tertentu makanan ini bisa lebih banyak dikonsumsi tergantung dari
keadaan iklim dan kegiatan jasmani. Misalnya saat berada di tempat yang iklim
sangat dingin, dimana daging dan sedikit minuman keras diperlukan untuk
meningkatkan suhu badan. Namun jika terlalu banyak menkonsumsi daging akan
berdampak buruk karena daging mengandung sedikit kandungan serat
sehingga dapat mengakibatkan susah buang air besar dan kanker usus. Kalau
manusia setengah baya dan lanjut usia karena kandungan kolesterol yang ada di
daging tinggi bisa menyebabkan melemahnya sel tubuh terhadap serangan penyakit.
Proses penuaan wajah lebih cepat. Jika kita amati, orang yang sering makan
daging relatif lebih banyak kerutan wajahnya dibandingkan dengan yang ber-vegetarian. Kolesterol menyebabkan darah
jadi kental dan berlemak mengakibatkan pengerasan pembuluh darah, penyakit
jantung, hipertensi dan kelumpuhan. Mengkonsumsi jenis makanan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh
kondisi lingkungan, karena konsumsi yang tidak tepat serta
berlebihan berakibat negatif terhadap kesehatan tubuh.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
5.1.1
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pola makan seseorang yaitu faktor budaya, faktor agama/kepercayaan, faktor status
sosial ekonomi, faktor personal preference, rasa lapar, nafsu makan,rasa
kenyang, dan faktor kesehatan.
5.1.2
Ajaran
Aharalagawa dapat dijadikan sebagai
salah satu pedoman pengaturan pola makan karena ajaran Aharalagawa mengelompokkan makanan menjadi tiga jenis yaitu makanan
satwika, makanan rajasika, dan makanan tamasika. Makanan Satwika adalah makanan yang menyebabkan munculnya kesadaran
terhadap diri sendiri, rasa kasih sayang, kedamaian, dan kebahagiaan. Kelompok
makanan ini meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, padi-padian,
susu dan hasil olahan susu, dan bumbu-bumbuan sekadarnya. Jenis makanan inilah
yang dianjurkan dalam pengaturan pola makan. Jenis makanan Rajasika yakni makanan yang memberikan rangsangan kepada tubuh dan
jiwa. Kelompok makanan ini adalah kopi, teh,softdrink, bumbu-bumbu pedas,
makanan yang diragi, dan obat-obatan. Jenis makanan Rajasika ini dianjurkan untuk tidak dikonsumsi secara berlebihan.
Jenis makanan Tamasika adalah makanan
yang menyebabkan rasa gelisah, mengantuk dan tidak berinisiatif. Yang termasuk dalam
kategori ini adalah daging, ikan, telor, jamur, alkohol, rokok, dan makanan
basi. Makanan jenis ini hanya bisa dikonsumsi dalam kondisi tertentu, sedangkan
dalam kondisi normal sangat dianjurkan untuk dihindari.
5.2 Saran
Berdasarkanhasil
pembahasan dan simpulan karya tulis ini, maka dapat kami sampaikan beberapa
saran sebagai berikut :
5.2.1
Perlu adanya sosialisasi tentang pola makan yang
baik kepada masyarakat dengan menyesuaikan terlebih dahulu dengan kegiatan
kesehariannya, dan salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah penerapan
ajaran Aharalagawa.
5.2.2
Masyarakat perlu memperhatikan kesehatan tubuh
dengan memperbaiki pola makan yang didasarkan pada penerapan ajaran Aharalagawa.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. 1998.Zaenal.Dasar-dasar
Penulisan Karangan Ilmiah:Grasindo.
http://www.depkes.go.id diakses 30 Juli 2011.
http://www.id.inaheart.or.id diakses 30 Juli 2011.
http://www.puskesmas-oke.blogspot.com
diakses 30 Juli 2011.
Kusnadi.2007.Biologi SMA/MA Kelas XI.Jakarta:Piranti
Dharma Kalokatama.
Puniyatma,Ida Bagus Oka.1976.Cilakrama.Denpasar:Parisada Hindhu
Dharma Indonesia.
Simpen AB, I Wayan.1982.Kamus Bahasa Kawi-Indonesia.Denpasar:Mabhakti
Offset.
Sudarma,
I Wayan.2007.Dharma Sasana Pemangku.Sumatra
Selatan:tp.
Zehner, Robert C.1992.Kebijakan Dari Timur Beberapa Aspek Pemikiran Hinduisma.Jakarta:PT.Gramedia
Pusat Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar